Daftar blog antar teman

Sunday, October 21, 2018

BATASAN AURAT SEORANG MUSLIMAH

BATASAN-BATASAN AURAT.

1. Pertama. Aurat Sesama Lelaki
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para Ulama tentang batasan aurat sesama lelaki, baik dengan kerabat atau orang lain. Pendapat yang paling kuat dalam hal ini adalah pendapat jumhur Ulama yang mengatakan bahwa aurat sesama lelaki adalah antara pusar sampai lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat sedangkan paha dan yang lainnya adalah aurat. Adapun dalil dalam hal ini, semua hadistnya terdapat kelemahan pada sisi sanadnya , tetapi dengan berkumpulnya semua jalur sanad tersebut menjadikan hadist tersebut bisa di kuatkan redaksi matannya sehingga dapat menjadi hujjah. [Lihat perkataan Syaikh al-Albâni dalam kitabnya Irwâ’ 1/297-298, dan Fatawa al-Lajnah ad-Dâimah, no. 2252]
2. Kedua. Aurat Lelaki Dengan Wanita
Jumhur Ulama sepakat bahwasanya batasan aurat lelaki dengan wanita mahramnya ataupun yang bukan mahramnya sama dengan batasan aurat sesama lelaki. Tetapi mereka berselisih tentang masalah hukum wanita memandang lelaki. Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini ada dua pendapat.
Pendapat pertama, Ulama Syafiiyah berpendapat bahwasanya tidak boleh seorang wanita melihat aurat lelaki dan bagian lainnya tanpa ada sebab. Dalil mereka adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya. [an-Nûr/24:31]
Dan hadist Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, ia berkata :
كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ مَيْمُونَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : احْتَجِبَا مِنْهُ ! فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ
Aku berada di sisi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Maimunah sedang bersamanya. Lalu masuklah Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu anhu -yaitu ketika perintah hijab telah turun-. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Berhijablah kalian berdua darinya.” Kami bertanya, “Wahai Rasûlullâh, bukankah ia buta sehingga tidak bisa melihat dan mengetahui kami?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apakah kalian berdua buta ? Bukankah kalian berdua dapat melihat dia ?. [HR. Abu Dâwud, no. 4112; Tirmidzi, no. 2778; Nasa’i dalam Sunan al- Kubrâ, no.9197, 9198) dan yang lainnya namun riwayat ini adalah riwayat yang dha’îf, dilemahkan oleh Syaikh al-Albâni]
Dan mereka juga berdalil dengan qiyas: yaitu sebagaimana di haramkan para lelaki melihat wanita seperti itu pula di haramkan para wanita melihat lelaki.
Pendapat yang kedua adalah pendapat Ulama di kalangan mazhab Hambali, boleh bagi wanita melihat pria lain selain auratnya. Mereka berdalil dengan sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata :
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda [HR. Al-Bukhâri, no.5236; Muslim, no.892 dan yang lainnya]
3. Ketiga. Aurat Lelaki Dihadapan Istri
Suami adalah mahram wanita yang terjadi akibat pernikahan, dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para Ulama bahwasanya seorang suami atau istri boleh melihat seluruh anggota tubuh pasangannya. Adapun hal ini berdasarkan keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٢٩﴾ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. [al-Ma’ârij/70:29-30]
Dan hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:
قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنْ جَنَابَةٍ
“Aku mandi bersama dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana dalam keadaan junub. [HR. Al-Bukhâri, no. 263 dan Muslim, no. 43]
4. Keempat. Aurat Wanita Dihadapan Para Lelaki Yang Bukan Mahramnya
Diantara sebab mulianya seorang wanita adalah dengan menjaga auratnya dari pandangan lelaki yang bukan mahramnya. Oleh kerena itu agama Islam memberikan rambu-rambu batasan aurat wanita yang harus di tutup dan tidak boleh ditampakkan. Para Ulama sepakat bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat yang harus di tutup, kecuali wajah dan telapak tangan yang masih diperselisihkanoleh para Ulama tentang kewajiban menutupnya. Dalil tentang wajibnya seorang wanita menutup auratnya di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya adalah firman Allâh Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [al-Ahzâb/33:59]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat yang harus di tutup. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِـهَا اسْتَشْـرَ فَهَا الشَّيْـطَانُ
Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya [HR. Tirmidzi,no. 1173; Ibnu Khuzaimah, no. 1686; ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabîr, no. 10115 dan yang lainnya]
5. Kelima. Aurat Wanita Di depan Mahramnya
Mahram adalah seseorang yang haram di nikahi kerena adanya hubungan nasab, kekerabatan dan persusuan. Pendapat yang paling kuat tentang aurat wanita di depan mahramnya yaitu seorang mahram di perbolehkan melihat anggota tubuh wanita yang biasa nampak ketika dia berada di rumahnya seperti kepala, muka, leher, lengan, kaki, betis atau dengan kata lain boleh melihat anggota tubuh yang terkena air wudhu. Hal ini berdasarkan keumuman ayat dalam surah an-Nûr, ayat ke-31, insyaAllâh akan datang penjelasannya pada batasan aurat wanita dengan wanita lainnya. Dan hadist Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhuma berkata :
كَانَ الرِّجَالُ والنِّسَاءُ يَتَوَضَّئُوْنَ فِيْ زَمَانِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمِيْعًا
Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu’ secara bersamaan [HR. Al-Bukhâri, no.193 dan yang lainnya]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Bisa jadi, kejadian ini sebelum turunnya ayat hijab dan tidak dilarang pada saat itu kaum lelaki dan wanita melakukan wudhu secara bersamaan. Jika hal ini terjadi setelah turunya ayat hijab, maka hadist ini di bawa pada kondisi khusus yaitu bagi para istri dan mahram (di mana para mahram boleh melihat anggota wudhu wanita). [Lihat Fathul Bâri, 1/300]
6. Keenam. Aurat Wanita Di Depan Wanita Lainnya
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para Ulama tentang aurat wanita yang wajib di tutup ketika berada di depan wanita lain. Ada dua pendapat yang masyhûr dalam masalah ini :
• Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa aurat wanita di depan wanita lainnya seperti aurat lelaki dengan lelaki yaitu dari bawah pusar sampai lutut, dengan syarat aman dari fitnah dan tidak menimbulkan syahwat bagi orang yang memandangnya.
• Batasan aurat wanita dengan wanita lain, adalah sama dengan batasan sama mahramnya, yaitu boleh memperlihatkan bagian tubuh yang menjadi tempat perhiasan, seperti rambut, leher, dada bagian atas, lengan tangan, kaki dan betis. Dalilnya adalah keumuman ayat dalam surah an-Nûr, ayat ke-31. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera–putera mereka, atau putera–putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, [an-Nûr/24:31]
Yang dimaksud dengan perhiasan di dalam ayat di atas adalah anggota tubuh yang biasanya di pakaikan perhiasan.
Imam al- Jasshâs rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ayat di atas adalah bolehnya seseorang menampakkan perhiasannya kepada suaminya dan orang-orang yang disebutkan bersamanya (yaitu mahram) seperti ayah dan yang lainnya. Yang terpahami, yang dimaksudkan dengan perhiasan disini adalah anggota tubuh yang biasanya di pakaikan perhiasan sepert wajah, tangan, lengan yang biasanya di pakaikan gelang, leher, dada bagian atas yang biasanya di kenakan kalung, dan betis biasanya tempat gelang kaki. Ini menunjukkan bahwa bagian tersebut boleh dilihat oleh orang-orang yang disebutkan dalam ayat di atas (yaitu mahram).[1] Hal senada juga di ungkapkan oleh imam az-Zaila’i rahimahullah.[2]
Syaikh al-Albâni rahimahullah menukil kesepakatan ahlu tafsir bahwa yang di maksud pada ayat di atas adalah bagian tubuh yang biasanya di pakaikan perhiasan seperti anting, gelang tangan, kalung, dan gelang kaki.[3]
Pendapat Yang terkuat dalam hal ini adalah pendapat terakhir, yaitu aurat wanita dengan wanita lain adalah seperti aurat wanita dengan mahramnya karena dalil yang mendukung lebih kuat. Wallahu a’lam

sumber:https://almanhaj.or.id/4114-kewajiban-menutup-aurat-dan-batasannya.html




No comments:

Post a Comment

makna kata hijrah

Makna kata hijrah Hijrah sebagai salah satu prinsip hidup, harus senantiasa kita maknai dengan benar. Secara bahasa hijrah berarti men...